HALSEL, JN – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Halmahera Selatan Hi. La Sengka La Dadu menegaskan pentingnya moderasi beragama hadir di Indonesia. Pernyataan itu disampaikannya saat memberikan materi diklat penyuluh no PNS di lingkup Kantor Kementerian Agama Halsel pekan lalu.
Menurut dia, moderasi beragama bisa menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Oleh karena moderasi beragama itu bukan merubah agama, tetapi moderasi beragama adalah jalan tengah.
“Pada saat itu belum dilonching, pada saat disampaikan di media banyak yang bertanya apakah ini agama baru lagi,”jelasnya.
Karena itu, masyarakat perlu tahu bahwa moderasi beragama adalah cara umat beragama menjaga Indonesia. “Kita tentu tidak mau mengalami nasib seperti saudara-saudara kita di Negara yang kehidupan masyarakatnya carut marut, dan bahkan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politik berlatar belakang perbedaan tafsir agama,”tandasnya.
“Kita harus belajar dari pengalaman yang ada. Jadi tugas kita saat ini mensosialisasikan tentang moderasi beragama, oleh karena moderasi beragama merupakan alat perekat agar menkokohkan semua agama contohnya kalau seandainya sebuah pohon kemudian pohon itu ada akarnya, ada batangnya, ada rantingnya dan ada daunnya maka moderasi beragama itu adalah akarnya. Artinya kenapa dia sebagai pohon karena maksud kita hidup di Negara kesatuan Indonesia ini berbagai macam agama, berbagai macam suku bangsa, berbagai adat istiadat maka kalau tidak di rekatkan dengan persatuan dan kekompakan ini maka Negara kita akan hancur.”tambahnya.
Menurut Ketua Nahdatul Ulama (NU) Halmehra Selatan itu, kemuliaan agama tidak bisa ditegakkan dengan cara merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai moral agama juga tidak bisa diwujudkan melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan umum. Begitu pula esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan cara melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Keragaman di bidang apapun, lanjut Lasengka, pasti menimbulkan adanya perbedaan, apalagi yang terkait dengan agama. Harus diakui bahwa perbedaan itu ada. Apalagi perbedaan yang tajam dan ekstrem, di mana pun selalu memunculkan potensi konflik. Kalau tidak dikelola dengan baik, potensi konflik seperti ini bisa melahirkan sikap ekstrem dalam membela tafsir klaim kebenaran versi masing-masing kelompok yang berbeda.
Padahal kata dia dalam hal tafsir agama, yang Maha Mengetahui Kebenaran sejati hanya Tuhan belaka. Seringkali perbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan oleh manusia, bukan kebenaran esensial yang merupakan pokok agama itu sendiri yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
“Konflik yang berlatar belakang perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih dahsyat lagi,”tutupnya. (adhi)