SLEMAN, JN – Kepopuleran Ganjar Pramono disejumlah hasil survei tidak serta merta diusung PDIP pada Pilpres mendatang. Apalagi belakangan ini ada Kritik terbuka dari Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto kepada Ganjar Pranowo.
Dilansir dari detik.com, pakar komunikasi politik dan marketing politik UGM, Nyarwi Ahmad, menilai kritikan dari ketua DPP PDIP tersebut semakin jelas menunjukan bahwa jago PDIP di Pilpres 2024 mendatang bukanlah Ganjar Pranowo.
Ia memaparkan, dilihat dari perspektif marketing politik, ada empat hal di balik fenomena tersebut. Pertama, dinamika di internal PDIP terkait dengan bursa capres/cawapres dalam Pilpres 2024 mendatang kian hangat dan memanas. Kritik yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto ke Ganjar Pranowo mengindikasikan hal tersebut.
“DPP PDIP tampak makin terbuka untuk mengingatkan para kadernya khususnya yang menjadi public figure popular dan memiliki potensi elektabilitas tinggi agar tidak ‘offside’,” kata Nyarwi kepada wartawan, Senin (24/5/2021).
Kedua, menurut Nyarwi, dalam Pilpres 2024 mendatang, PDIP tampaknya memiliki orientasi yang berbeda dengan parpol-parpol lainnya. Ia juga melihat PDIP memiliki figur tertentu yang akan dicalonkan dalam pilpres mendatang.
“Arah PDIP untuk Pilpres 2024 mendatang tampaknya makin jelas dengan menjagokan figur tertentu di luar sosok popular seperti Ganjar Pranowo,” jelasnya.
Ketiga, ia melihat dukungan pasar politik internal di PDIP terhadap Ganjar Pranowo tampak masih belum aman. Bukan tidak mungkin, nasib Ganjar Pranowo untuk dapat memaksimalkan karir politiknya melalui PDIP sudah di ujung tanduk.
“Meski memiliki tingkat elektabilitas yang cukup tinggi, Ganjar berpotensi kehilangan peluang untuk mendapatkan tiket dari PDIP agar bisa masuk dalam bursa Pilpres 2024 mendatang,” sebutnya.
“Sebagaimana yang dipotret oleh sejumlah lembaga survey, termasuk Indonesian Presidential Studies (IPS), Ganjar selama beberapa bulan terakhir tampak makin popular dan tingkat elektabilitasnya juga cukup tinggi melampau deretan sejumlah public figure dan para tokoh pimpinan partai, termasuk Puan Maharani sendiri,” tambahnya.
Berdasarkan data survey Indonesian Presidential Studies (IPS) awal April 2021, untuk 30 nama Capres, menunjukkan bahwa elektabilitas Ganjar sebesar 14,4 persen. Elektabilitas ini berada di urutan no dua setelah Prabowo (25,4 persen).
Dalam bursa Cawapres, untuk 30 nama, Ganjar juga berada di urutan nomor 3, yaitu 8,3 persen, setelah Anies Baswedan sejumlah 12,8 persen.
“Tingkat elektabilitas ini juga tidak banyak mengalami perubahan untuk survei dengan 18 dan 10 nama capres dan cawapres. Kendati demikian, potensi elektabilitas Ganjar ini tidak akan bermakna, jika Ganjar gagal mendapatkan dukungan internal dari pimpinan PDIP,” ujar Nyarwi yang juga merupakan Direktur Esekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.
Keempat, lanjut Nyarwi, apa yang disampaikan oleh Puan Maharani sebagai Ketua DPP PDIP menunjukkan bahwa PDIP mengedepankan model pemasaran politik traditional yang berbasis pada ideologi parpol.
“Di sini parpol ditempatkan sebagai elemen terpenting. Parpol yang menganut model pemasaran ini biasanya lebih mengedepankan kinerja kolektif organisasi parpol sebagai produk politik utamanya, dibandingkan citra dan kinerja para public figure yang dimiliki oleh/menjadi kader parpol yang selama ini menduduki jabatan publik, termasuk kepala daerah atau gubernur,” paparnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Nyarwi, model pemasaran politik seperti ini bisa saja efektif jika didukung dengan syarat-syarat tertentu. Pertama, parpol memiliki tingkat Party ID (party identification) yang kuat.
“Dibandingkan dengan partai-partai lainnya, Partai ID pemilih PDIP secara umum lebih besar/kuat. Namun, para pemilih PDIP yang memiliki party ID kuat tersebut secara umum belum merata di seluruh Indonesia. Mereka yang memiliki party ID kuat tersebut masih ada di Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Meski demikian, untuk syarat yang pertama ini, PDIP secara umum memiliki modal yang cukup baik,” bebernya.
Syarat kedua yang disampaikan Nyarwi, PDIP mampu menata struktur organisasi kepartaiannya tidak hanya sebagai organisasi parpol. Namun juga menjadi mesin pemasaran politik yang efektif dan penetrative.
“Mesin ini juga harus gesit di berbagai jenis lapangan atau arena politik, bukan hanya di media sosial saja. Untuk mencapai ini, para elit PDIP dituntut mampu melakukan penetrasi pasar politik secara intens ke kalangan masyarakat luas melalui berbagai jenis interaksi langsung,” ucap dosen Fisipol UGM ini.
Syarat ketiga, para elit PDIP, khususnya yang menjadi publik figure atau menjabat di lembaga-lembaga negara atau pemerintahan mampu lebih memasarkan partainya, dibandingkan dengan dirinya. Dalam hal ini, mereka dituntut memiliki semangat kolektif untuk lebih mengedepankan visibilitas kinerja PDIP sebagai sebuah parpol dalam panggung politik lokal dan nasional dibandingkan kinerja dirinya sebagai personal.
“Kritik yang disampaikan oleh Bambang Wuryanto ke Ganjar Pranowo (agar tidak terlalu ambisius masuk dalam bursa Capres 2024) sepertinya dapat kita baca sebagai warning bagi semua kader PDIP yang saat ini menjadi pejabat publik. Khususnya memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi, agar lebih mampu ‘memasarkan’ parpolnya, bukan sekedar ‘memasarkan’ dirinya saja,” pungkasnya. (rd)
Sumber : Detik.com
Editor : Irwan M