HALSEL, JN – Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, menilai Mantan Kades Marabose non aktif Irham A. Hanafi, keliru membawa masalah penonaktifan dirinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon Maluku.
Menurut Pemkab sebaiknya dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa, Penggugat Kades non aktif Marabose konsen pada penyelesaian masalah pengembalian sebagaimana yang telah direkomendasikan Inspektorat Halsel.
“Mestinya Kades nonaktif Marabose selaku penggugat fokus saja pengembalian temuan yang sudah di rekomendasikan Inspektorat mencapai Rp 1,8 Miliar, bukan malah membawa masuk kasus ini ke ranah Pengadilan TUN Ambon, ini keliru.”ungkap Kuasa Pemkab Halsel, Ilham Abubakar kepada JaretNews.com, Rabu (20/04/2022).
Menurutnya Surat Keputusan (SK) nomor 237 tahun 2021 tentang pemberhentian terhadap mantan Kades Marabose oleh Bupati H. Usman Sidik, itu bersifat Sementara bukan Parmanen.
Jika nanti bersangkutan mampuh menyelesaikan apa yang tertuang dalam rekomendasi Inspektorat maka jabatanya akan dikembalikan.
Sebab Bupati tidak mau Dana Desa (DD) digunakan untuk kepentingan pribadi, buktinya ada 5 Kepala Desa bermasalah kemudikan direkomedasi Inspektorat dan Alhamdulillah mereka mampuh mnyelesaikan sehingga Bupati mengembalikan jabatan mereka.
“Ini warning bagi seluruh Kades agar lebih tertib menggunakan Dana Desa untuk kepentingan masyarakat kedepan.”katanya.
Terpisah menanggapi pernyataan tersebut Kuasa Hukum Penggugat Kades nonaktif Marabose Bambang Joisangadji, SH, menuding ada dugaan Penyalagunaan Kekuasaan atau Ebuse Of Power yang dilakukan Bupati Halsel H. Usman Sidik, terhadap keputusannya memberhentikan sementara klainnya atas nama Irham A. Hanafi dari jabatan Kepala Desa Marabose pada tahun 2021 lalu.
Menurut Pengacara muda ini bilang mestinya pemberhentian Sementara Irham A. Hanafi dari jabatan Kades Marabose harus melalui proses dari bawah, berdasarkan keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kemudian disampaikan ke Bupati melalui Camat, bukan dieksekusi langsung Bupati.
“Sebagaimana isyarat Undang – Undang Desa nomor 6 tahun 2014 tentang pengangkatan perangkat desa dan juga Perda nomor 7 tahun 2015, disampaikan bahwa Bupati punya kewenangan memberhentikan berdasarkan usulan BPD dalam konteks Pemberhentian Sementara, karena itu SK yang dikeluarkan Bupati sifatnya Sementara bukan Parmanen, itu artinya kata UU tadi seluruh proses dilakukan oleh BPD bukan dieksekusi langsung Bupati.”tegas Pengacara Babang Joisangadji.
Atas kebijakan tersebut dirinya menilai terjadi Abuse Of Power atau penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Bupati Usman Sidik terhadap Kades Marabose.
Kebijakan menyimpang dari ketentuan Hukum ini layak diajukan ke Pengadilan sebagai bentuk protes atau perlawanan terhadap pelanggar konstitusi.
Olehnya itu dia menilai pernyataan kuasa Pemkab Halsel yang menyebut mantan kades Marabose keliru membawa kasus ini ke PTUN Ambon, merupakan pernyataan sesat dan tidak berdasar.
Pernyataan itu kata Bambang menujukan Pemkab Halsel tidak paham, sebab laporan dan segala keputusan siapa benar dan salah menjadi ranah Pengadilan kita tidak boleh melampaui.”terangnya.
Kemudian menyangkut dengan temuan Rp 1,8 Miliar lebih yang direkomendasikan Inspektorat untuk dikembalikan, ini juga keliru, bagaimana klainnya mau mengembalikan sedangkan bersangkutan tidak mengambilnya.
“Kita dituduh mengambil uang, sementara kita merasa tidak mengambil, apakah harus dikembalikan, ini kan aneh.”tanya Pengacara muda ini.
Lanjut dia lebih parahnya lagi Inspektorat mengeluarkan rekomemdasi temuan Dana Desa Marabose tahun 2019 dan 2020 sebesar Rp 1,8 Miliar, merupakan angka yang fantastis.
Padahal jumlah Dana Desa Marabose di tahun 2019 hanya sebesar Rp 700 juta lebih, kemudian di tahun 2020 sebesar Rp 800 juta, itu artinya jika dihitung keseluruhan jumlah DD Marabose selama dua tahun.tersebut hanya mencapai Rp 1,6 Miliar.
Pertanyaanya dari mana Inspektorat mendapat angka temuan Desa Marabose Rp 1,8 Miliar itu.”tutup Bambang. (*)
Editor ; Risman Lamitira