JAKARTA JN – Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI) Atal S Depari menegaskan, wartawan tidak tunduk pada Undang-Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan ketika melaksanakan tugas jurnalistik.
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Atal terhadap anggapan para pemohon mengenai Dewan Pers melakukan praktik ultra vires, atau tindakan di luar batas kewenangan. Salah satu tindakan yang di luar batas, menurut para pemohon, adalah kewenangan Dewan Pers melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan. Kewenangan ini dianggap melanggar UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan karena yang berwenang menguji kompetensi wartawan adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Kami berpendapat, maksud UU Ketenagakerjaan adalah tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dari BNSP, sedangkan wartawan adalah sebuah profesi khusus yang diatur dalam UU Pers,” kata Atal dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (17/10/2021).
Dijelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Pers, yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Oleh karena itu, UU Pers adalah lex specialis untuk profesi wartawan dan tidak bisa disamakan dengan tenaga kerja sebagaimana yang dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan.
Atal menilai, terdapat kesesatan pemahaman pada para pemohon yang menyamakan profesi wartawan dengan tenaga kerja, maka demikian, Atal menegaskan, yang benar adalah Uji Kompetensi Wartawan dilakukan oleh Dewan Pers, sesuai tugas dan fungsinya guna meningkatkan kualitas kewartawanan berdasarkan UU Pers.
“Apakah profesi dokter dan advokat dapat disamakan dengan tenaga kerja yang harus ikut sertifikasi BNSP? Tidak, karena profesi dokter dan advokat adalah profesi khusus yang diatur masing-masing secara khusus (lex specialis) dalam UU Praktik Kedokteran dan UU Advokat,” ujar Atal.
Justru, Atal melanjutkan, para pemohon menundukkan diri secara sukarela sebagai tenaga kerja dengan mendirikan LSP untuk melaksanakan Sertifikasi Profesi Wartawan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional. Para pemohon tidak layak lagi mengaku berprofesi sebagai wartawan karena menginginkan campur tangan BNSP untuk melakukan Sertifikasi Profesi Wartawan, karena profesi wartawan diatur khusus dalam UU Pers.
Seharusnya, lanjut Atal, para pemohon mengikuti keputusan Dewan Pers sebagai lembaga independen dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan melindungi kebebasan pers dari campur tangan pihak lain.(134L)