JAKARTA, JN – Harita Nickel membantah keras tudingan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) terkait kerusakan lingkungan akibat operasional pertambangan di pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan. Harita menilai apa yang disampaikan JATAM dalam siaran pers yang disebar pada Jumat, (24/03) tersebut sangat menyesatkan dan berdampak menimbulkan opini tidak baik terhadap upaya pembangunan Harita di Halmahera Selatan.
Corporate Affairs Manager Harita Nickel, Anie Rahmi menegaskan, sistem operasional penambangan PT. TBP yang merupakan unit bisnis Harita Nickel selalu mengedepankan praktek-praktek penambangan terbaik dengan mengacu pada KEPMEN ESDM No. 1827 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang baik yakni dimulai dari pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, pemindahan tanah penutup, pengambilan bijih limonit untuk diolah dipabrik HPAL dengan teknologi hidrometalurgi, pengambilan bijih saprolit untuk diolah dengan teknologi pyrometalurgi, penutupan lubang tambang, reklamasi dan revegetasi.
“Kamilah perusahaan yang pertamakali melakukan konservasi mineral yang artinya mengurangi sisa batuan untuk dimanfaatkan sebagai sumberdaya mineral untuk bahan baku baterai mobil listrik”, kata Anie.
Terkait masalah pencaplokan lahan warga yang dituduhkan, disampaikan bahwa seluruh area Harita Nickel di pulau Obi yang telah beroperasi saat ini berada dalam kawasan hutan, baik Hutan Produksi (HP) maupun Hutan Produksi Konservasi (HPK) dan Harita memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) atas setiap bukaan lahan.
“Tidak benar yang dituduhkan bahwa perusahaan menguasai lahan melalui tindakan represif juga intimidasi ke warga, tetapi melalui proses yang transparan dan pembayaran yang menguntungkan bagi masyarakat”, ungkap Anie lagi di Jakarta pada, Minggu, (26/03) waktu setempat.
Selain itu, pernyataan bahwa hampir seluruh sumber air warga Kawasi tercemar akibat sedimentasi ore nikel dari operasi perusahaan sungguh menyesatkan. Anie menegaskan tidak ada pembuangan ore nikel ke sumber air warga yang menyebabkan sedimentasi.
Selama ini PT. TBP menempatkan sisa hasil pengolahan nikel ke lubang bekas penambangan (dry stack). Dry Stack dianggap sebagai metode yang aman dan ramah lingkungan serta memenuhi standar nasional dan internasional.
“Tidak ada pembuangan limbah pabrik ke aliran sungai todoku dan sungai akelamo. Perusahaan selalu bersikap taat aturan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Sisa hasil pengolahan tidak ditempatkan di sungai todoku maupun sungai akelamo, namun di lahan bekas tambang (mine out) dalam bentuk dry tailing sesuai dengan persetujuan teknis dan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH)”, pungkasnya.
Sejak beroperasi pada 2010 silam, perusahaan telah mengantongi izin lingkungan dan izin pengelolaan lingkungan hidup dari pemerintah. Kemudian pada 17 November 2020 pemerintah telah menetapkan Harita Nickel sebagai proyek strategis nasional.
“Kami juga telah memiliki izin-izin serta persetujuan teknis dari pemerintah untuk pengelolaan sisa hasil proses atau limbah, dimana sisa hasil proses ini dikelola terlebih dahulu, dan dilepaskan ke lingkungan dengan memenuhi baku mutu yang ditetapkan dan dilaporkan berkala ke pemerintah”, terangnya.
Lanjutnya, selama beroperasi pengelolaan limbah perusahaan selalu mendapat inspeksi dan pengawasan berkala baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten. Instansi pemerintah terkait lingkungan hidup dan pertambangan juga melakukan inspeksi dan itu baik dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atas kegiatan pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup kami.
Soal pernyataan bahwa pipa-pipa pembuangan limbah dari aktivitas ekplorasi perusahaan diduga mengarah ke laut, menyebabkan ekosistem dan ikan-ikan rentan tercemar logam berat. Ini juga sangat menyesatkan, tidak ada pipa eksplorasi ke laut, tegas Anie.
Sementara itu, terkait issue relokasi pemukiman warga Desa Kawasi ke Eco Village, hal tersebut merupakan program pemerintah yang didukung oleh perusahaan. Itu karena lokasi saat ini sudah padat dan berakibat lingkungan tidak sehat. Pemindahan ke lokasi yang baru dengan luasan pemukiman tiga kali lipat dari luas yang ada saat ini, semua unit rumah permanen dilengkapi sanitasi yang sangat baik kawasan sekolah tertata rapi, fasilitas sosial yang lengkap, dilengkapi fasilitasi air bersih, listrik 24 jam, dan fasilitas pendukung lainnya. Pemukiman yang baru ini akan meningkatkan kelayakan hidup masyarakat.
“Saat ini program ECO Village sedang dalam proses penyelesaian dan didukung oleh sebagian besar masyarakat Desa Kawasi”, pungkasnya.(yUn)