SOFIFI, JN – Progam Pencegahan Perkawinan Anak oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maluku Utara, melalui proyek CERIA CARE menghadirkan empat narasumber yakni Ketua IDI Kota Ternate, dr. Alwiah Assagaf, Ketua Pengadilan Agama, Djabir Sasole, Deputi PHA dan DP3A, Handayani dan Pakar Psychology, Yunus sebagai mentor dan Nurlaela Syarif yang juga anggota Komisi III DPRD Kota Ternate sebagai moderator dalam kegiatan Talk Show Sarasehan yang dipusatkan di Royal Resto Ternate pada Selasa, (27/09/2022)..
Pencegahan stunting juga kaitan dengan pencegahan perkawinan anak dibawah usia 19 tahun. Hal ini tentu mengacu pada UU No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan anak harus diatas usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
Pemaparan Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Kota Ternate, dr. Alwiah Assagaf ini dibahas dalam Talk Show usai Sarasehan yang dibuka resmi Gubernur KH. Abdul Gani Kasuba didampingi Ibu sebagai Ketua Tim Penggerak PKK.
Sesuai data P3A saat ini angka perkawinan anak usia dini di Malut masih 13 persen. Angka ini bagaimana agar tahun-tahun mendatang bisa menurun, ini perlu juga dengan kolaborasi seluruh stakeholder dan komponen masyarakat, dunia pendidikan paling penting dalam memberikan edukasi terkait kematangan usia remaja seperti apa sehingga hal-hal negatif dapat diminimalisir terjadi diusia dini, kata Handayani, Deputi PHA dan P3A dalam talkshow.
Sementara Ketua IDI Kota Ternate, dr. Alwiah Assagaf menjelaskan terkait dengan reproduksi bagi anak-anak usia dini yang sudah mengalami kehamilan diluar nikah sangatlah rentan terganggunya kesehatan khususnya bagi anak perempuan, sehingga itu perlu menjadi fokus utama kita semua dalam mencegah terjadinya kenaikan perkawinan usia dini.
Baginya kesehatan reproduksi anak perempuan yang masih dibawah usia 19 tahun sangat mudah mengalami gangguan untuk itu perlu perhatian khusus.
“Masa kehamilan bagi seorang wanita sebaiknya diatas usia 19 atau 20 tahun. Usia dibawah ini maka dalam masa kehamilan ibu muda tidak memiliki kekuatan secara fisik maupun mental. Ini perlunya pendampingan orangtua maupun kita semua dan juga lingkungan dimana anak bergaul harus dipantau, sehingga apa yang ditakutkan terjadinya perkawinan dibawah umur yang terjadi begitu saja dapat dicegah”, kata Alwiah.
Kepala Dinas P3A, Musyrifah Alhadar kepada awak media menyampaikan secara internal turun 13,9 persen yang merupakan data terakhir BPS (Badan Pusat Statistik).
“Sesuai data terakhir BPS dari arahan menteri angka kasus perkawinan itu sudah turun 13,9 persen, namun secara nasional masih di angka rata-rata 10,8 persen. Dengan adanya kegiatan ini bersama seluruh organisasi yang hadir juga stakeholder di tingkat kabupaten kota harus sama-sama mendorong upaya pencegahan perkawinan anak diusia dini”, terangnya.
Selain itu, Ivo sapaan akrab kadis yang energik ini juga mengungkapkan kolaborasi bersama stakeholder sangatlah penting dalam rangka mensosialisasikan program Ceria Care ini. Ivo juga menyarankan kepada masyarakat secara umum agar dapat berkonsultasi kepada pihak terkait masalah pada anak (putra/putri) guna langka pencegahan dalam pergaulan mereka.
“Kita juga berharap kepada masyarakat yang mengalami masalah dalam keluarga terutama pada anak bisa langsung konsultasi ke kami, karena ada layanan bagi mereka yang butuh konseling, therapi psychology sudah ada wadah yang kami siapkan karena pembahasan ini sensitif maka harus dilakukan secara tatap muka untuk menjaga privasi klien tersebut bisa melalui www.ceriacare.com.
Untuk itulah kami meminta peran orangtua dalam meningkatkan wawasan karena kondisi anak sekarang sudah dilingkup zaman serba digitalisasi sehingga banyak hal-hal yang mudah didapat oleh anak daripada orangtua, maka disinilah peran orangtua perlu mengupdate informasi dan perkembangan digital dengan mengimbangi pergaulan buah hatinya”, harapnya. (yUn)