HALSEL, JN – Ada yang aneh pada proses penyelidikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) aliran dana pernyataan modal yang diberikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan, kepada para Direksi Perusahan Daerah (Perusda) PT Prima Niaga Halsel, tahun 2006 hingga tahun 2020, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Halsel.
Pasalnya informasi terkini menyebut bahwa Dokumen Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan anggaran yang bersumber dari pernyataan modal Pemkab Halsel setiap tahunya sejak tahun 2006 silam raib, diduga sengaja dihilangkan.
Kondisi ini tentu sangat mempengaruhi proses penyelidikan yang dilakukan pihak Kejaksaan setempat.
Hal itu di akui Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Halsel Fajar Haryowimbuko, SH. Pihaknya kesulitan mencari bukti dokumen LPJ penggunaan anggaran mulai tahun 2006 hingga 2020.
“Kita sudah minta tapi mereka bilang nanti dicari karena sudah lama, begitu juga di Dinas Keuangan sudah dicari tapi belum ditemukan.” terang Kajari Fajar Haryowimbuko, SH, kepada JaretNews.com, Kamis (14/04/2022).
Selain di Pemkab Halsel, Kejaksaan juga sudah menanyakan arsib dokumen LPJ pengunaan anggaran pernyataan modal PT Prima Niaga (Perusda) ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halsel, akan tetapi Dewan juga mengaku tidak memiliki dokumen tersebut, dan hanya ada bukti berupa laporan risalah rapat paripurna.
Meski begitu ada yang menarik dari perkembangan kasus ini, dimana penyidik Kejaksaan Halsel menemukan tambahan fakta baru dalam dugaan korupsi berjamaah dana pernyataan modal oleh pihak jajaran Direksi Perusda PT Prima Niaga Halsel, sejak tahun 2006 hingga 2020.
Fakta baru dimaksud berupa pengambilan uang senilai Rp 1,5 Miliar dari PT Timber, salah satu perusahan kayu milik pengusaha asal Negara Korea Selatan yang beroperasi di Halsel, untuk kepentingan pembebasan lahan di Desa Kusubibi oleh Perusda Halsel.
Akan tetapi Perusda yang waktu itu dipimpin Bahrun Sah selaku Direksi, tidak kunjung mengurusi Izin IPK dimaksud, sehingga pihak Perusahan asal Korea mengambil langkah hukum dan pada putusan Pengadilan memerintahkan Perusda Halsel melalukan ganti rugi sebesar Rp 1,8 Miliar.
“Putusan hukum memerintahkan Perusda menganti rugi dan itu di tindaklanjuti Perusda, artinya dalam perkara tersebut telah terjadi kerugian negara sebab uang yang dipakai Perusda untuk mengganti rugi bersumber dari anggaran daerah yang dipinjamkan Pemkab Halsel.”beber Kajari Halsel.
Lanjut dia, dalam perkara ini tercatat ada sekitar 5 Direksi pernah menahkodai Perusda Halsel sejak tahun 2006 hingga 2020, dan kesemuanya menerima aliran dana pernyataan modal dari Pemerintah Kabupaten, dengan nilai berfariasi mulai, dari Rp 4 Miliar, kemudian Rp 5 Miliar dan seterusnya hingga terakhir tahun 2020 sebesar Rp 400 Juta yang totalnya mencapai Rp 14 Miliar.
Pada kasus ini penyidik Kejaksaan sudah meminta keterangan seluruh mantan Direksi Perusda melalui Zoom atau online, selain para mantan Direksi, Pimpinan DPRD dan Ketua Komisi juga sudah di periksa dimintai keterangan.
Atas kasus ini Kejari Halsel menjerat para pelaku dengan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) nomor 20 tahun 2001 tentang revisi UU nomor 31 tahun 1999, pasal 2 ayat 1 dimana setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara di Pidana paling lama 20 tahun penjara. (*)
Editor : Risman Lamitira