Oleh : Amrul Doturu
Aktivis di Halmahera Selatan
Dalam tulisan ini, saya mencoba mengangkat topik di atas berangkat dari sistem pengawasan pada setiap momentum demokrasi (pilkada), oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan mengawasi. Disini, saya tidak akan menggunakan pasal-pasal tentang tugas dan fungsi lembaga pengawasan, serta UU larangan ASN untuk berpolitik praktis. Sebab saya rasa bahwa peraturan/UU tersebut, sudah di pahami oleh lembaga Bawaslu maupun ASN.
Saya hanya akan menulis dalam prespektif di lapangan yang dimana saya melihat maupun menyaksikan sistem perpolitikan kita khususnya di Halmahera selatan, baik keterlibatan ASN maupun fungsi pengawasan lembaga-lembaga yang memiliki otoritas. Pengalaman-pengalaman ini yang saya sering temukan di lapangan.
Tidak bisa di pungkiri bahwa setiap momentum demokrasi, kita akan menemukan beragam orang-orang yang muncul baik menjadi tim sukses, maupun sejenis lainnya yang siap mendukung dan memenangkan kandidat mereka.
Mereka adalah masyarakat, keluarga hingga pada pejabat-pejabat publik. Ini terlihat jelas pada setiap kontestasi politik. Sekarang saya akan coba menguraikan dengan sederhana, dengan pemikiran saya yang awam dan terbatas ini.
“ASN dan Politik Praktis”
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang itu tidak akan lepas dengan politik. Sebab politik dan manusia selalu terikat untuk mencapai sebuah cita-cita atau tujuan.
Dalam konteks praktis, kita sering mendengar kalimat ini ketika seseorang itu berpolitik dengan menggunakan cara-cara yang kurang wajar. Misalkan dalam pemilihan kepala daerah. Tetapi praktis yang saya maksudkan disini adalah soal keterlibatan pejabat-pejabat publik (ASN). Setiap pemilihan kita akan menemukan larangan-larangan bahwa ASN dilarang berpolitik praktis. Artinya ASN tidak boleh terlibat dalam politik. Sebab dia terikat pada UU/Peraturan yang tidak membolehkan ASN berpolitik.
Sekarang saya akan menguji apakah ASN itu tidak berpolitik praktis. Dalam pengalaman saya pada beberapa momentum perhelatan demokrasi, baik tingkat provinsi ataupun kabupaten, saya selalu terlibat dalam politik.
Keterlibatan saya tentu ada alasannya. Pada tahun 2015, pemiliah Bupati & Wakil Bupati. Saat itu saya mendukung salah satu Paslon. Saya pun berhadap-hadapan dengan lawan dari Paslon saya. Disana saya justru banyak menemukan tentang keterlibatan oknum-oknum ASN yang berpolitik praktis, baik secara diam-diam maupun terang-terangan.
Bahkan mereka juga menjadi tim sukses pada salah satu Paslon.
Artinya, bahwa larangan ASN agar tidak berpolitik praktis, masih jauh dari yang kita harapkan. Karna menurut pemikiran saya, dalam psikologi politik, jika atasannya menjadi calon kepala daerah, maka dia akan di tekan untuk bekerja dan memenangkan ybs. Dan itu hukum politik antara bawahan (ASN) dan atasan (Kandidat).
Tentang Pengawasan Lembaga Bawaslu dan Pengawasan Masyarakat Umum.
Bawaslu tentu bekerja berdasarkan perintah UU. Bawaslu bertanggung jawab penuh jalannya sebuah kontestasi itu. Artinya, Bawaslu punya tugas dan peran yang sangat besar dalam pengawasan agar tidak terjadi politik prkatis, baik politik uang maupun keterlibatan pejabat-pejabat publik.
Dengan tugas itu, dalam rangka mensukseskan demokrasi yang baik, adil, jujur, terbuka dan transparan, maka Bawaslu pun meminta masyarakat umum agar sama-sama mengawasi jalannya pemilihan tersebut. Disini ada otoritas/kewenang full untuk mengawasi secara utuh, dan tugas sebatas mengawasi tetapi bukan eksekutor. Sebab tugas masyarakat umum dan tugas lembaga pengawasan, dipisahkan berdasarkan regulsi/peraturan yang ada. Masyarakat gaya sebatas berpartisipasi dalam terselenggaranya demokrasi. Tetapi bukan pada tingkat penindakan ketika terjadi masalah di lapangan.
Apa lagi seingat saya, pada tahun 2019 kemarin, Bawaslu banyak menemukan keterlibatan oknum-oknum ASN yang secara terang-terangan berpolitik praktis. Dan sepengetahuan saya, oknum ASN ybs pun telah di tindak. Namun seiring dengan berjalannya waktu, sejauh ini saya belum mendengar kalau oknum ASN yang telah di tindak itu telah di tahan atau di hukum. Melainkan hilang dari perbincangan publik. Entahlah…
Dari uraian tulisan singkat di atas, saya ingin mengatakan bahwa, melarang ASN berpolitik praktis, tidak hanya sekedar dengan tulisan-tulisan yang terpajang di baliho-baliho atau spanduk-spanduk. Tetapi ini benar-benar harus efektif.
Keingina kita sudah pasti sama, untuk demokrasi yang baik dan bermartabat.
Tetapi menurut saya, justru kita tidak hanya konsentrasi pada ASN saja, melainkan kepada lembaga penyelenggara maupun lembaga pengawasan. Karna ini yang sering terjadi ada oknum-oknum penyelenggara dan pengawasan yang masih saja berpolitik praktis.
Oleh sebab itu, saya dan kita semua berharap, agar proses pengawasan pada Pemilihan Bupati dan wakil Bupati di Halsel kali ini, kita tidak hanya mengawasi ASN, melainkan mengawasi Kandidat dan Lembaga Penyelenggara serta Lembaga Pengawasan.
Di akhir tulisan ini, saya menyampaikan permohonan maaf, kalau tulisan ini masih banyak kekurangan. Setidaknya saya menulis ini dalam prespektif pengalaman saya. (*)