JAKARTA, JN – Vaksin Nusantara buatn anak bangsa yang digagas oleh mantan Menteri Keehatan RI Terawan Agus Putranto kini memasuki fase ketiga uji klinis.
Hal tersebut berbarengan dengang laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang teh menerima hasil uji klini tahap 2.
Sebelumnya, diketahui jika WHO telah mengakui Vaksin Nusantara yang digagas dr Terawan Agus Putranto. Namun, Vaksin Nusantara ini masih menunggu ijin resmi Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
Diakuinya Vaksin Nusantara, setelah meliris jurnal terkait Vaksin Nusantara di situs resminya, clinicaltrials.gov. Jurnal terkait Vaksin Nusantara berjudul “Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19”.
Didalamnya, mengulas uji vaksin dari dendritik sel yang ada di Vaksin Nusantara. Tahap 2 uji klinis double-blind untuk pengujian virus Covid-19 yang dibuat menggunakan peralatan vaksinasi PT AIVITA Biomedika Indonesia.
Disebutkan, uji klinis vaksin nusantara tersebut atas kolaborasi antara RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rumah Sakit Kariadi, Semarang dan PT AIVITA Biomedika Indonesia. Ujiklinis ini disponsori Aivita Biomedical, Inc.
Jurnal yang diberi judul Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19 itu mengulas uji vaksin dari dendritik sel itu.
Tahap kedua uji klinis double-blind untuk pengujian anti-SARS-CoV-2 COVID-19 vaksin (AV-COVID-19) dibuat menggunakan peralatan vaksinasi PT AIVITA Biomedika Indonesia untuk mencegah infeksi COVID-19.
“Produk ini merupakan vaksin pribadi spesifik subyek yang terdiri dari sel-sel dendritik autologus dan limfosit (dci) yang sebelumnya telah dierami dengan sejumlah protein sari-cov-2 (S-protein) yang terbukti aman dalam tahap 1 studi yang juga dilakukan di Indonesia,” tulis Jurnal itu.
Pada tahap 2, keberhasilan uji klinis dinilai melalui respons sel-t-protein-spesifik yang ditingkatkan dengan membandingkan hasil sebelum dan setelah vaksinasi. “Keselamatan dikonfirmasi melalui nilai laboratorium, pengamatan dan laporan pasien reguler,” tulisanya.
Disebutkan, dosis tunggal vaksin AV-COVID-19 disuntikkan pada lengan (kiri atau kanan) untuk memfasilitasi pemeriksaan dan menghindari reaksi pasca-injeksi atau nyeri bahu lokal.
Penilaian pasca-injeksi dilakukan pada 1, 2, dan 4 minggu setelah vaksinasi, dengan tes keamanan di laboratorium yang dilakukan pada minggu 1 dan 4, dan hanya pada minggu 2 jika ada perubahan klinis yang signifikan pada skrining hingga minggu 1.
Pada setiap pemeriksaan, tempat suntikan dinilai, dan subjek diajukan tentang gejala, dan pada minggu 0 (dasar sebelum injeksi), 2 dan 4, darah dikeluarkan untuk pengujian imunogenicity.
“Data reaksi di situs injeksi dan profil keselamatan diperoleh melalui telepon untuk subyek pada hari 1, 2, dan 3 setelah injeksi vaksin,” tulisanya lagi.
Subyek yang disuntikkan kemudian ditanya secara khusus tentang reaksi injeksi lokal dan gejala-gejala yang mirip flu sistemik (demam, menggigil, nyeri otot, nyeri sendi) selama 7 hari setelah injeksi.
“Kejadian-kejadian buruk dikumpulkan selama 28 hari setelah injeksi. Evaluasi tes laboratorium untuk parameter keamanan klinis dilakukan pada skrining juga segera sebelum vaksinasi dan pada hari 7 dan 28 pasca-vaksinasi. Kejadian yang merugikan, kondisi medis baru-baru ini, dan peristiwa lainnya yang membutuhkan intervensi medis dicatat selama 2 bulan setelah vaksinasi,” tambahnya.
Terakhir disebutkan, perangkat pengaktifan vaksin dibuat oleh PT AIVITA Biomedika Indonesia. Semua vaksin dibuat di Indonesia di rumah sakit dan klinik.
Kabar tersebut disambut gembira mantan Menteri Kesehatan di Era Susilo Bambang Yudhoyono, Siti Fadilah Supari. Ia berharap uji klinis fase 3 pada vaksin nusantara bisa segera dilanjutkan.
“Kita pasti gembira sekali. Sudah ribuan orang yang antre mau ikut ujiklinis vaksin Nusantara,” katanya. (*)