Oleh : Syahyunan Pora
Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Khairun Ternate
Bicara soal identitas, teman saya “Neng Geulis” Dari Bogor menyatakan klaim bahwa “Syrup Pala” yang paling enak di “seantero” Indonesia itu berasal dari Bogor yang di produksi oleh Rumah Pala Bogor & Sejumlah UMKM yang cukup berhasil mencitrakan diri dalam mengelola buah pala sebagai Oleh-Oleh Khas Kota Bogor.
Katanya lagi, meski identitas buah pala sejatinya bukan berasal dari Jawa Barat. Namun pemerintah setempat dikatakan cukup berhasil menciptakan “Brand Image” bagi yang berpelesiran atau menghabiskan waktu di puncak pada saat akhir pekan ditemani segelas sirup pala yang hangat atau yang dingin tergantung situasional cuaca.
Diam-diam saya menekan tombol off pada video webinar, mengganti dengan tampilan foto agar ekspresi “Kekalahan” wajah saya tidak terlihat. Sembari menerawang dengan sejumlah pertanyaan yang timbul tenggelam “Mengapa kita terlambat mencitrakan identitas buah pala sebagai “local brand”-nya Malut” ?. (Walaupun sejatinya Milik Banda, namun paling tidak sama-sama dari Maluku).
Apakah Pemerintah Daerah kita tidak sigap dalam menanggapi isu-isu seperti itu?. (Terkait dengan Wisata Kuliner). Ataukah Mayarakat kita yang kurang tangguh dalam berwirausaha. Pun setali tiga uang UMKM kita selalu “mandeg” bila bekerja sama dengan pemangku kepentingan.
Atau jangan-jangan akademisilah yang lebih tanggung jawab atas abainya edukasi promotif hingga mengakibatkan lemahnya kita dalam mengapresiasi identitas lokal. Lantas bagaimana dengan identitas nasional ? (Lambang, Semboyan, dan Falsafah negara).
Sembari menerawang mencari cela buah pala di antara identitas dan peluang wirausaha melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Rasanya ingin mengakhiri kejengahan saya pada “urang Sunda” yang manis ini mengenai “lokal brand unggulan dan prospek wirausaha” di meeting zoom yang lumayan formal ini.
Akhirnya satu-satunya jalan saya mengirim pesan via “DM” Di akun Instagram nya sebagai “self defense”.
Sambil bergumam dalam hati saatnya telah tiba. Atas nama identitas daerah, sekiranya inilah pembalasan dendam manis saya pada Kata-kata yang seharusnya “Safo Laku mamae” Bukan “Sampurasun Mamaee”. Seperti pada caption tiktok yang pernah dia upload.
Kesempatan ini saya gunakan untuk terus mencecarnya atas nama identitas lagu daerah Makeang luar (CMIIW) tersebut yang aslinya sebenarnya bergenre lagu qasidah. Namun akhir-akhir ini menjadi viral di jagad musik pertik-tok-an sebab telah diremix oleh Dj-Dj milenial demi komersialisasi musik.
Dari seberang tanggapan simanis urang Sunda ini hanya terdengar lirih “ajeun serius atuh” Saya mengiyakan sembari membatin sarkas soal identitas ini. Saya akan mati-matian mempertahankan kebanggaan itu.
Bukan pada lagu tiktok yang mulai dikenal secara viral oleh para dj Tiktok dengan judul “Hamasini” Ini, tapi pada identitas sebagai cerminan harga diri. Tanpa saya sendiri harus ikut-ikutan menjadi tiktokers (nikyocomhonasau).